TEMPO.CO, Jakarta -Nama Alfred Simajuntak terukir karena menciptakan lagu Bangun Pemudi Pemuda
yang dinyanyikan setiap menyambut Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober.
Ditemui di kediamannya di Bintaro, Tangerang, dua pekan lalu, Alfred
yang usianya 92 tahun ini kerap menyanyikan beberapa lagu hingga tuntas.
Di awal pertemuan, Alfred melantunkan lagu Bengawan Solo dan
dilanjukan Dago Inang Sarge, lalu meluncur lantunan lagu Hai Ibu
Terkasih dari mulutnya. Ketika Tempo salah menyebut judul Bangun Pemuda Pemudi,
Alfred langsung meralat. “Pemudi lebih dulu, di mana-mana pemudi di
utamakan, pemuda nomor dua. Jadi jangan pernah menganggap pemuda paling
hebat,paling pintar. Di seluruh dunia begitu pemudi diutamakan. Bahasa
Inggris ladies and gentlemen... (Alfred mengucapkan dengan
beberapa bahasa Jerman, Belanda dan Jepang),” kata pria kelahiran
Tapanuli Utara, 20 September 1920.
Pria ini memang menguasai
enam bahasa, yakni Jerman, Inggris, Belanda, Batak, Jepang dan Jawa.
Alfred menceritakan bagaimana ia mendapatkan inspirasi lagu Bangun Pemudi Pemuda.
Saat itu Alfred muda masih berusia 23 tahun dan menjadi guru di Sekolah
Rakyat di Semarang. Menurutnya ketika mandi tiba-tiba dia mendapatkan
nada sebuah lagu.
“Tiba-tiba lahir lagu
itu..dam..dam.dam…daaammm…jadi saya dapat nadanya dulu baru liriknya,”
kata Alfred yang kini lebih banyak melakukan pelayanan di gereja.
“Lagunya saya buat cepat cuma satu malam, besoknya sudah jadi.” (Baca: Di Kamar Mandi, Lagu Bangun Pemudi Pemuda Tercipta )
Alfred mengaku, lirik awal lagu tersebut bukan menceritakan soal
patrotisme untuk para pemuda saat itu. “Sekolah Rakyat Sempurna
Indonesia, gergaji tiga tempatnya sungguh indahlah…anak segala bangsa di
Indonesia menjadi bersaudara rukun semua…,” Alfred melantunkan lagu itu
hingga selesai, dan dia masih hafal liriknya. (Baca: Alfred Simajuntak: Lagu itu Mengobarkan Semangat).
“Saya harus bikin lagu untuk sekolah. Waktu itu di semarang, sekolah
guru. Tiba-tiba lahir lagu itu. Di sana ada enam kelas, saya diminta
bikin lagu Sekolah rakyat Sempurna Indonesia. Lalu diubah ke…bangun
pemudi pemuda Indonesia..tangan bajumu singsingkan untuk negara..masa
yang akan datang kewajibanmulah..menjadi tanggunganmu terhadap nusa..,”
Alfred menyanyikan kembali lagu Bangun Pemudi Pemuda. “Bait kedua saya
sudah lupa,” katanya.
Menurut Alfred, perubahan lirik dari
sekolah rakyat menjadi lagu kebangsaan, bukan permintaan dari
pemerintah. “Tadinya lagu itu lagu sekolah, tapi saya angkat ke lagu
nasional. Kata-kata itu saya dapat sendiri, bukan karena permintaan dari
pemerintah,” ujarnya.
Meski lagunya dinyanyikan setiap tahun
sejak 1945 hingga sekarang, Alfred mengaku tidak pernah mendapatkan
bayaran dari pemerintah. “Enggak pernah dapat royalty dari pemerintah
sejak dulu sampai sekarang, Hanya dari penerbit yang terbitkan lagu-lagu
saya. Mungkin pemerintah tidak kenal siapa saya,” kata Alfred.
ALIA FATHIYAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar